Sunat perempuan sampai saat ini masih menjadi kontroversi di masyarakat. Pasalnya, di satu sisi sunat perempuan dianjurkan oleh agama Islam, tapi di sisi lain sunat perempuan dianggap tidak bermanfaat bahkan berbahaya. Pihak yang menganggap sunat perempuan berbahaya ialah yang menganggap prosedur ini sama dengan mutilasi kelamin wanita (Female genital mutilation). Padahal, sunat perempuan menurut agama Islam berbeda dari mulitasi kelamin. Pertentangan dua pendapat inilah yang selalu membawa kontroversi. Sehingga jangan heran apabila aturan hukum mengenai sunat perempuan di Indonesia juga senantiasa berubah. Sebagai bahan pertimbangan dan informasi untuk orangtua, kali ini kami akan membahas sunat perempuan dari berbagai sisi dan aturan hukum mengenai sunat perempuan di Indonesia saat ini.
Definisi Sunat Perempuan Menurut Islam
Para ulama sepakat bahwa sunat perempuan diartikan sebagai pemotongan sebagian kecil kulit bagian atas faraj (vagina) perempuan. Berbeda dengan lelaki, khitan bagi perempuan tidak perlu membuang keseluruhan kulit tetapi cukup sebagian kecil saja (Fatwa Ulama Kerajaan Malaysia & JAKIM, 2009). (1)
Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan khitan untuk wanita adalah dengan memotong kulit yang menutupi klitoris tanpa membuang keseluruhannya. Muhammad Ali Qutub juga menyebut kawasan yang sama yang dibuang sewaktu dikhitankan di mana kulit itu disebut sebagai frenulum (foreskin). (1)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut sunat perempuan bersifat makrumah (ibadah yang dianjurkan). Tata cara pelaksanaan khitan perempuan menurut ajaran Islam adalah cukup dengan menghilangkan selaput yang menutupi klitoris. (2)
Landasan Hukum Sunat Perempuan Menurut Islam
Berdasarkan ilmu fiqih, terdapat perbedaan pendapat terkait hukum khitan (sunat) dikalangan para ulama :
1. Para ulama Hanafi dan Maliki mengatakan bahwa khitan disunnahkan bagi laki-laki dan mulia bagi wanita, sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Khitan disunnahkan bagi kaum laki-laki dan muliabagi kaum wanita.” (HR. Ahmad Baihaqi)
2. Sedangkan para ulama Syafi’i dan Hambali mewajibkan khitan baik pada laki-laki maupun wanita berdasarkan sabda Rasulullah saw kepada seorang yang masuk islam,”Cukurlah rambut tanda kekufuran dan berkhitanlah.” (HR. Abu Daud)
3. Menurut MUI, hukum khitan perempuan adalah makrumah atau ibadah yang dianjurkan. (1, 2)
Female Genital Mutilation vs Sunat Perempuan dalam Islam
Istilah pemotongan alat kelamin perempuan (Female Genital Mutilation/Female Genital Cutting) mulai populer ditahun 1980-an menggantikan istilah sirkumsisi perempuan (Female circumcision).(3) Menurut WHO, makna dari Female Genital Mutilation/Cutting (FGM/FGC) ialah seluruh prosedur yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh kelamin perempuan luar atau luka lain pada kelamin perempuan untuk alasan non medis. FGM dibagi menjadi 4 jenis :1. Clitoridectomy : pengangkatan sebagian atau seluruh organ klitoris (organ kecil, sensitif dan bersifat erektil pada kelamin wanita) dan , pada kasus yang sangat jarang, hanya melibatkan prepucium (lipatan kulit kecil di sekitar klitoris)
2. Eksisi : pengangkatan sebagian atau seluruh klitoris dan labia minora, tanpa atau dengan eksisi labia majora (bagian seperti bibir yang mengelilingi vagina)
3. Infibulasi : pemotongan bagian atau seluruh alat kelamin luar disertai penjahitan/penyempitan lubang vagina
4. Lain-lain: semua prosedur yang membahayakan kelamin perempuan untuk tujuan non-medis seperti tindik, menyayat, mengkauter alat kelamin. (4)
WHO menegaskan bahwa tidak ada manfaat medis dari FGM dan prosedur ini dapat berbahaya. Komplikasi dini dari FGM ialah nyeri hebat, shock, pendarahan, tetanus atau sepsis (infeksi bakteri), retensi urin, luka terbuka pada kelamin dan jaringan sekitarnya. Sedangkan efek samping jangka panjang meliputi infeksi berulang kandung kemih dan saluran kencing, kista, infertilitas, meningkatnya resiko komplikasi persalinan dan kematian anak dan perlunya operasi perbaikan vagina (misalnya operasi pembukaan dari prosedur FGM yang menutup/mempersempit vagina saat akan berhubungan seksual atau persalinan). Jadi, jelas sekali bila dari segi medis tindakan FGM ini tidak dianjurkan.(3)
Samakah Sunat Perempuan (Islami) dengan FGM?Bila dilihat dari definisi dan prinsip prosedur, terdapat salah kaprah dari istilah sunat perempuan secara Islami dengan mutilasi kelamin perempuan (Female Genital Mutilation). Fatwa dari Majelis Ulama Malaysia menyebutkan bahwa prosedur pada umumnya FGM bertentangan dengan syariah karena sunat perempuan dalam Islam tidak boleh dilakukan tindakan berlebihan seperti melukai klitoris. Hal ini sejalan dengan Fatwa MUI yang menegaskan batasan atau tata cara khitan perempuan seusia dengan ketentuan syariah, yaitu khitan perempuan dilakukan cukup dengan hanya menghilangkan selaput (jaldah atau praeputium) yang menutupi klitoris; dan khitan perempuan tidak boleh dilakukan secara berlebihan, seperti memotong atau melukai klitoris (insisi dan eksisi). (1, 2)
Manfaat Sunat Perempuan Islami
Sampai saat ini penulis belum menemukan bukti ilmiah atau penelitian tentang manfaat sunat perempuan secara Islami meskipun dari segi kepercayaan agama disebutkan bahwa sunat perempuan dapat meningkatkan kepuasan seksual. Kementrian Kesehatan sendiri mengatakan bahwa sunat perempuan lebih didasari oleh pertimbangan adat dan agama, bukan merupakan tindakan medis.(4, 5)
Prosedur Sunat Perempuan Islami
MUI menegaskan batasan atau tata cara khitan perempuan seusia dengan ketentuan syariah, yaitu khitan perempuan dilakukan cukup dengan hanya menghilangkan yang menutupi klitoris dengan jarum yang amat kecil dan steril. Sunat perempuan tidak boleh dilakukan secara berlebihan seperti dilakukan dengan alat kauter, melukai merusak klitoris, labia, selaput dara dan vagina. (6)
Kondisi Hukum Sunat Perempuan di Indonesia
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, hukum sunat perempuan di Indonesia sudah berubah sebanyak tiga kali. Tahun 2006 sunat perempuan dilarang lewat Surat Edaran No HK.00.07.1.3.1047a. Larangan ini dicabut tahun 2010 melalui Permenkes No 1636/2010 karena menganggap sunat perempuan di Indonesia tidak sama dengan mutilasi alat kelamin wanita (FGM) dan hanya bersifat simbolis. Namun, Permenkes ini dicabut melalui Permenkes No 6 tahun 2014 dengan pandangan bahwa sunat perempuan lebih didasari oleh pertimbangan adat dan agama, bukan merupakan tindakan medis, sehingga tidak perlu diatur. Disisi lain, dalam Permenkes ini disebutkan bahwa Kementrian Kesehatan memberi mandat kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k untuk menerbitkan pedoman penyelenggaraan sunat perempuan yang menjamin keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat serta tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan (female genital mutilation). Jadi, kita tunggu saja bagaimana kelanjutannya. (5-8)
Salahkah bila tenaga kesehatan melakukan sunat perempuan?
Setelah melalui penjelasan ini, diharapkan pembaca dan praktisi medis sudah sepakat bahwa sunat perempuan Indonesia tidak sama dengan mutilasi kelamin. Lantas pertanyaan selanjutnya dari orangtua mungkin “siapa yang boleh dan bisa melakukan sunat perempuan secara aman dan hati-hati?” Memang meskipun sunat perempuan bukan indikasi medis, penulis menganggap bahwa prosedur ini paling aman dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terbiasa berhadapan dengan alat steril dan piawai dalam sunat seperti dokter, bidan, atau perawat. Tenaga kesehatan yang melakukan sunat perempuan juga sampai saat ini tidak akan dikenakan sanksi karena tidak ada aturannya (Ali Qufron, 2013). Namun, tindakan ini tidaklah diajarkan dalam kurikulum kesehatan. Sehingga mencari tenaga kesehatan yang bisa melakukan tindakan ini cukuplah sulit dan biasa didapatkan dari berita mulut ke mulut. (6-8)
Jadi, Perlukah Melakukan Sunat Pada Perempuan (secara Islami)?
Perlu tidaknya dilakukan sunat dikembalikan keputusan sepenuhnya oleh perempuan itu sendiri, orang tua dan atau wali. Sampai saat ini memang belum ditemukan manfaatnya secara medis. Hal ini mendorong peneliti atau tenaga medis untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai manfaat dan resiko sunat perempuan secara Islami. Perlu diingat bahwa tindakan pemotongan alat kelamin wanita (Female Genital Mutilation/Cutting) sangat tidak dianjurkan dari segi kesehatan dan tidak sesuai syariah. Tindakan yang sesuai syariah adalah penyayatan kulit penutup klitoris tanpa melukai klitoris itu sendiri. (1–3)
Artikel ini kerjasama dengan Doctormums (www.doctormums.com)
Referensi1. Hukum Pemotongan Genitalia Wanita (Female Genital Mutilation)2009. Available from: http://www.e-fatwa.gov.my/fatwa-kebangsaan/hukum-pemotongan-genitalia-wanita-femalegenital-mutilation.
2. Pizaro. MUI: Hukum Khitan Perempuan Adalah Makrumah2013. Available from: http://www.islampos.com/mui-hukum-khitan-perempuan-adalah-makrumah-2-39810/.
3. FGM is Not Female Circumcision, and Other Thoughts on Terminology.2013. Available from: http://give.theahafoundation.org/blog-0/bid/151562/FGM-is-Not-Female-Circumcision-andOther-Thoughts-on-Terminology.
4. WHO. Female Genital Mutilation, Fact and Sheet.2014. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs241/en/.
5. BKKBN. Permenkes tentang Sunat Perempuan Dicabut2014. Available from: http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=1000
6. PERMENKES NO. 1636/MENKES/PER/XI/2010 tentang Sunat Perempuan, (2010).
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Soal Sunat Perempuan Telah Dicabut [Internet]. VOA Indonesia. [cited 2015 Nov 27]. Available from: http://www.voaindonesia.com/content/peraturan-menteri-kesehatan-ri-soal-sunat-perempuantelah-dicabut/1839905.html
8. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 [Internet]. [cited 2015 Nov 27]. Available from: http://sinforeg.litbang.depkes.go.id/upload/regulasi/PMK_No._6_ttg_Sunat_Perempuan_.pdf
Comments